Selasa, 16 Februari 2010

Motor Kuno Tak ketinggalan Jaman



Motor Antik Club Indonesia (MACI)

SLOGAN ‘Jangan Mengaku Kaya Sebelum Punya Motor Tua’ sudah mendarah daging diantara anggota Motor Antik Club Indonesia (MACI) Malang. Ungkapan tersebut bahkan seolah menjadi tantangan bagi mereka. Maklumlah, menjaga motor antik agar tetap sehat dan bisa menggilas jalanan memang bukan pekerjaan mudah.

Untuk memiliki motor antik tidaklah sesulit memepertahankan kuda besi itu agar tetap bisa “hidup”. Toni, pengendara motor buatan Inggris Matchless keluaran tahun terakhir 1966 mengakuinya. Pria berambut plontos ini mengaku bisa mendapatkan motor hitamnya itu dengan harga sekitar Rp 8,5 juta dalam bentuk potongan mesin ter-”mutilasi” berada dalam karung terpisah dengan kerangkanya.
Menariknya, dia memburu motor yang kemudian berubah nama menjadi Norton itu diantara reruntuhan gempa Jogjakarta pada tahun 2006 silam. ” Waktu itu masih tertutup debu dan berbentuk potongan mesin dalam karung. Saya butuh waktu hampir empat bulan untuk menghidupkan Matchless ini lagi,” ungkapnya kepada Malang Post kemarin.
Kejadian menarik juga dikatakan Andy pengendara NSU hitam keluaran tahun 1966. Banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mempertahankan agar motor milik seorang Pastor di jaman Belanda dulu tetap mengeluarkan suara.
”Itu girnya sudah rusak, saya cari dari tiga minggu ini girnya tak bawa terus belum dapat juga. Rencananya mau cari di Klaten minggu depan,” kata Andy sambil menunjukkan gir roda belakang motornya yang disimpan dalam tas punggungnya.
Mahalnya biaya perawatan tentu juga berimbas pada mahalnya harga motor antik milik mereka. Tapi tidak semua pemilik motor rela melepaskan motor antiknya walaupun di tawar dengan harga berlipat dari harga pembelian.
Toni mengaku Matchless hitamnya sudah ada yang menawar hingga Rp 20 juta, sementara NSU Andy ada yang sudah ngenyang dengan harga Rp 25 juta. ” Wah ya tidak semata-mata harganya oke saya jual, motor antik ini karya seni. Kalau Fellnya tidak cocok ya tidak akan saya jual,” ujar Toni.
Sering-sering berkumpul dengan komunitas lain sangat memudahkan anggota MACI untuk mendapatkan formasi utamanya tentang keberadaan motor antik dan juga onderdil serta variasi asli dari motor mereka. Di Malang, jadwal MACI berkumpul dilakukan dua kali dalam seminggu. Pada Jumat malam dengan lokasi di depan Patung Butho Stasiun Kota Malang dan pada Minggu pagi di depan kantor Pendopo Kabupaten Malang disekitar Alun-Alun. ”Agenda tetap ada dua tiap minggu, untuk jamboree nasional ada setiap tahun. Kota Malang pernah jadi tuan rumah di tahun 2002 lalu,” lanjutnya.
Dewo menyebut anggotanya berjumlah ratusan sebab sekali tergabung menjadi anggota mereka enggan melepaskan keanggotaan karena tetap cinta dengan motor antik. Walaupun untuk memiliki motor antik ada satu syarat yang cukup berat, yakni mereka mengerti tentang motor mereka sendiri. ”Jika tidak mengerti motornya ya susah kalo mogok. Semua anggota MACI juga mekanik,” tandasnya. (dyah ayu pitaloka/nug)

BANYAK alasan unik mengapa anggota MACI Malang lebih memilih mengendarai motor tua mereka dibanding motor keluaran terbaru dengan harga yang relatif hampir sama.
Betapa tidak, rata-rata harga motor antik yang tidak berproduksi lagi berharga diatas Rp 20 juta, harga yang sama dengan sebuah motor sport 4 tak keluaran pabrikan Jepang saat ini. Tapi rasa kebanggaan yang berbeda menjadi pemikat bagi pemilik motor antik ketika mengendarai motor masing-masing.
Ugeng Waskito Dewo ketua MACI Malang mengaku ada rasa bangga yang berbeda ketika berada di atas motor Matchless tahun 1966 miliknya. Selain ukuran yang besar, pandangan mata kagum dari pengguna jalan sering mampir ke motor tuanya yang didapat dari Irian Jaya itu. ” Rasanya bangga banyak yang iri melihat motor saya,” kata pria yang akrab disapa Dewo ini.
Lain lagi dengan Supriadi, anggota MACI dengan rambut yang telah memutih ini mengaku motor Jawa keluaran tahun 1971 miliknya sudah banyak memakan tabungan hari tuanya. Supriadi mengaku habis-habisan untuk menghidupi motor produk negara yang kini sudah pecah Cekoslovakia agar tetap menggelinding di jalanan. ” Cari onderdilnya itu sangat susah, tapi lega ketika motor saya oke dijalan,” katanya terkekeh.
Walaupun berusia lanjut, motor milik MACI tidak bisa dipandang remeh. Setiap tahun anggota MACI Malang yang terbentuk di tahun 1994 ini harus mengikuti jamboree MACI Nasional yang lokasinya berpindah-pindah. Dari Jogjakarta, Bandung Jakarta bahkan Lampung sudah dijelajahi oleh roda-roda motor yang sudah pantas menjadi bagian dari sejarah masa lalu itu.
”Minggu depan kami sedang menyiapkan untuk pergi ke Klaten, kemudian tanggal 30 juga ada undangan dari MACI Bojonegoro. Kondisi motor harus selalu siap,” sambung Dewo, Ketua MAC I Malang.

WAR-WER MIO


Mio Fans Club Malang (MFCM)

SIAPA bilang pengendara Mio tidak bisa menikmati touring dengan rute panjang? Mio Fans Club Malang (MFCM) mengadakan tour jarak jauh hampir setiap bulan selain tour rutin dalam kota setiap minggu sekali. Tak tanggung-tanggung jarak yang ditempuh hingga ratusan kilometer seperti ke Jogjakarta dan Jakarta.

Tapi jangan dibayangkan bikers Mio adalah para penunggang motor besi yang garang, malah di bulan Februari ini MFCM siap memenuhi cinta di jalanan Malang dengan Mio kesayangan mereka masing-masing.
Agenda touring MFCM dibeberkan satu persatu oleh Titok Sarkawi alias Jenderal di sekretariat MFCM Jalan Aries Munandar 65 Malang. Agenda terdekat adalah Musyawarah Nasional (Munas) di TMII Jakarta pertengahan bulan Februari ini untuk memilih Jendral Mio Indonesia beserta para Gubernur dan Bupatinya di masing-masing kabupaten, kota dan provinsi.
Kemudian dilanjutkan touring Jambore Daerah (Jamda) Ikatan Mio Jawa Timur (IMJT) di Probolinggo tepatnya di Pantai Bentar pada awal Maret nanti. Belum selesai, pada pertengahan bulan yang sama juga, Maret, ada undangan Jamda di Ikatan Mio Jawa Tengah dan Daerah istimewa Jogjakarta (IMJD) di Jogjakarta. Pada bulan April masih ada lagi Jambore Yamaha se Jawa-Bali di Bromo Jawa Timur. ”Komunitas kita memang hobi touring semua, bukan hanya sekedar komunitas kumpul-kumpul,’’ ujar Titok kepada Malang Post di sekretariatnya kemarin.
Tidak hanya bikers cowok, anggota MFCM yang mayoritas berusia muda juga diikuti oleh bikers cewek yang juga hobi berpetualang. MFCM Female pun kompak ikut di setiap touring yang diagendakan oleh MFCM. Keberadaan mereka bisa dilihat setiap Minggu sore di Basecamp MFCM Jalan Pahlawan Trip nomor 1 di tenda Bakso Bakar. ”Kopi darat untuk MFCM cowok pada Sabtu malam dan untuk cewek pada Minggu Sore,” kata DJ Afar alias Bokek anggota MFCM Kota Malang.
Selain agenda touring luar kota, MFCM juga punya rencana seabrek khusus di Bulan Februari bersamaan dengan hari Valentine. Anang alias Tekek menyebutkan rencana bagi-bagi bunga di beberapa perempatan jalan di Kota Malang pada 9 Februari nanti. Pada 14 anggota MFCM juga akan merayakan Valentine di Pantai Sipelot Dampit bersama MFCM dari Bululawang dan Singosari. ”Yah, dapat dibilang Mio With Love di bulan Februari,” kata Anang sembari tersenyum. (dyah ayu pitaloka/nug)


Mio Fans Club Malang (MFCM)
Terbentuk : 12-12-2004
Jumlah Anggota :
MFCM Kota : 60 orang
MFCM Female : 30 orang

Penasehat : Titok “ Jenderal ” Sarkawi
Ketua Umum : Basuki “ Abas” Mardiono
Ketua Kota : Arip “Anyep” Mardiono
Ketua Bululawang : Toyib
Ketua Singosari :Aris

Wakil Ketua : Doni “Blue” Prasetyo
Humas : Aris
Bendahara : Didik, Novi
Sekretariat : Jalan Aries Munandar 65 Malang.
Prestasi :- The Best of The Best Responsible Riding for Aremania 2009
-Juara II Kontes Custome Matic Regional II Area Jawa, Bali, Kalimantan dan
Sulawesi di Lapangan Rampal Malang tahun 2009

AREMA VS PSSI


MALANG - Manajemen Arema Indonesia mengajukan surat protes resmi ke PSSI terkait insiden di stadion Persiba Balikpapan. Suporter Beruang Madu beraksi rasis, mengolok-olok Piere Njanka dengan menirukan suara monyet. Tindakan yang dinilai menodai sportivitas itu, dianggap sangat merugikan skuad Arema Indonesia.
Media Officer Arema Indonesia Sudarmaji mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat protes ke PSSI. Alasannya, setiap kali Njanka berada didekat tribun VIP, sekelompok suporter menirukan suara monyet. Hal itu menimbulkan rasa kurang nyaman kepada defender asal Kamerun tersebut. ’’Kita sudah ajukan surat protes ke PSSI, hari ini (kemarin) surat itu sudah dikirim,’’ aku Sudarmaji.
Di Stadion Persiba, saat Arema dikalahkan Persiba, aksi itu memang sangat mengganggu, sekalipun pertandingan sendiri berjalan cukup apik.
Namun karena ulah supporter itu, membuat Njanka sedikit kehilangan konsentrasi. Akan tetapi pengawas pertandingan, tampaknya tak begitu memperhatikan hal itu.
Sedangkan master of ceremony di pinggir lapangan, diperkirakan juga lupa memberi pengumuman melalui pengeras. Sehingga, setiap kali Njanka berada dipinggir tribun VIP muncul aksi rasis. Piere sendiri meski berusaha konsentrasi di pertandingan sempat kehilangan kesabaran.
Selain aksi rasis, suporter Persiba juga berbuat ulah terhadap pemain Arema. Di lapangan sebelah selatan, suporter Persiba melempari striker Singo Edan Fahrudin. Bahkan, si goyang gergaji sempat terkapar dan ditolong petugas kesehatan.
‘’Kami sebenarnya merasa nyaman dengan sambutan warga Balikpapan, namun di lapangan ternyata ada supporter yang rasis,’’ ujar Pelatih Arema Robert Alberts dengan nada kecewa.
Pulihkan Diri
Di bagian lain, sebelum bertolak ke Malang, skuad Arema Indonesia mengembalikan kondisi tubuh di Townhouse Hotel The City Of Resort. Para pemain mendapat pola recovery yang berbeda. Pemain inti mengikuti Jacuzzi, sedangkan pelapis di gymnastic.
Para pemain inti seperti Piere Njanka, Noh Alam Shah, M. Ridhuan, Fahrudin, Roman Chmelo berenang dulu di kolam renang hotel. Pola pemulihan itu dimulai sekitar pukul 10 waktu setempat. Pemain inti dibimbing pelatih Robert Alberts dan Liestiadi, pelapis didampingi Joko ‘Gethuk’ Susilo serta Dwi Sasmianto.
‘’Pola latihan yang berbeda ini disesuaikan dengan kinerja saat bertanding,’’ ujar Robert.
Katanya pemain inti mendapat program Jacuzzi untuk membersihkan racun-racun di tubuh mereka. Sauna hingga berendam air hangat dan air dingin dapat mengurangi asam laktat. Sehingga, setibanya di Malang, pemain tak terlalu merasa capek. ‘’Pemain yang lain latihan ekstra di gymnastic, untuk menjaga kondisi fisik,’’ imbuhnya.
Para pemain pelapis seperti Roni Firmansyah, Juan Revi dan Esteban Guillen nampak enjoy di gymnastic. Mereka menjajal seluruh perlengkapan fitness selama beberapa jam. Kemudian baru berendam di kolam renang sesuai instruksi pelatih. ‘’Program ini untuk recovery dan membersihkan racun di tubuh,’’ tandas Robert